Inflasi Gabungan di Provinsi Lampung Melanjutkan Tren Deselerasi

INDEKS harga konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada Juli 2024 mengalami deflasi 0,16% (mtm). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Juni 2024 yang tercatat sebesar 0,11% (mtm).

Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata tingkat inflasi di Provinsi Lampung pada Juli dalam tiga tahun terakhir sebesar 0,31% (mtm). Namun, sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian nasional yang mencatat deflasi sebesar 0,18% (mtm).

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Lampung, Achmad P Subarkah melalui siaran pers menyatakan secara tahunan, IHK di Provinsi Lampung pada Juli 2024 mengalami inflasi 2,55% (yoy). Angka itu lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,13% (yoy) dan inflasi pada bulan sebelumnya 2,84% (yoy).

“Dilihat dari sumbernya, deflasi disebabkan oleh beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, seperti bawang merah, tomat, cabai merah, bawang putih dan susu cair kemasan dengan andil masing-masing sebesar -0,32%; -0,10%; -0,08%; -0,02%; dan -0,02%,” ujar Subarkah melalui siaran per BI Perwakilan Lampung, Kamis (1/8).

Penurunan harga bawang merah sejalan dengan terjaganya pasokan seiring dengan tengah berlangsungnya musim panen pemasok di Brebes. Sementara, penurunan harga tomat disebabkan oleh terjaganya produksi didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif.

Penurunan harga cabai merah disebabkan oleh terjaganya pasokan seiring dengan masuknya masa panen di beberapa sentra produksi di Lampung Selatan dan Tanggamus. Adapun penurunan harga bawang putih sejalan dengan masih terjaganya pasokan pasca realisasi importasi bawang putih pada triwulan II 2024.

Di sisi lain, ujar Subarkah, pada Juli 2024 terdapat sejumlah komoditas yang mengalami inflasi, terutama beras, cabai rawit, kopi bubuk, emas perhiasan dan sigaret kretek tangan (SKT) dengan andil masing-masing sebesar 0,12%; 0,05%; 0,05%; 0,03%; dan 0,02%.

Kenaikan harga beras disebabkan oleh penurunan pasokan pasca puncak panen pada periode April-Mei 2024. Sedangkan, kenaikan cabai rawit disebabkan oleh penurunan pasokan di tingkat distributor.

Kenaikan harga emas di Provinsi Lampung sejalan dengan berlanjutnya tren kenaikan harga emas dunia. Sementara kenaikan harga kopi bubuk sejalan dengan kenaikan harga kopi robusta sejalan dengan tingginya permintaan ekspor di tengah tetap tingginya harga kopi robusta dunia.

Adapun kenaikan harga sigaret kretek tangan (SKT) sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok pada awal tahun 2024.

Ke depan, kata Subarkah, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan inflasi IHK di Provinsi Lampung tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) sampai dengan akhir 2024. Namun, untuk itu diperlukan upaya mitigasi risiko-risiko sebagai berikut, antara lain dari Inflasi Inti berupa potensi kenaikan permintaan dampak kenaikan UMP 2024, dan berlanjutnya tren peningkatan harga emas dunia.

Sementara dari sisi Inflasi Volatile Food (VF), diperkirakan terjadi kenaikan harga beras seiring dengan berakhirnya periode panen raya, dan kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan relaksasi HET MinyaKita.

Ia menekankan tentang risiko Inflasi Administered Price (AP) yang perlu mendapat perhatian. Di antaranya, kenaikkan harga aneka rokok sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok 2024 sebesar 10% dan rokok elektrik sebesar 15%, dan kenaikkan harga BBM sejalan dengan meningkatnya harga acuan.

“Meninjau perkembangan inflasi bulan berjalan dan mempertimbangkan risiko inflasi ke depan, Bank Indonesia dan TPID akan terus berupaya menjaga stabilitas harga,” kata Subarkah.

Langkah yang ditempuh adalah Strategi 4K. K pertama adalah keterjangkauan harga dengan melanjutkan operasi pasar beras/SPHP secara kontinyu hingga harga kembali turun sampai
dengan HET, dan melakukan monitoring harga dan pasokan, khususnya pada komoditas beras dan daging ayam ras.

Kedua adalah ketersediaan pasokan, dengan melaksanakan implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/Non-IHK. “Program tersebut dibuka dengan toko MAPAN (Metro Antisipatif Pengendalian Harga Pangan) di Kota Metro dan toko TAPIS (Toko Pengendalian Inflasi di Provinsi Lampung) di Kota Bandar Lampung.”

Sedangkan K ketiga adalah kelancaran distribusi dengan pengiatan kapasitas transportasi, seperti penambahan volume penerbangan Lampung – Jakarta, perluasan rute penerbangan Lampung – Bali dan Lampung – Batam, serta operasionalisasi Dermaga Eksekutif Pelabuhan Bakauheni. Juga implementasi Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar) yang berperan sebagai transportasi komoditas yang dijual dalam operasi pasar.

K terakhir atau keempat adalah komunikasi efektif dengan melakukan rapat koordinasi rutin mingguan di setiap kabupaten/kota untuk menjaga awareness instansi terkait dinamika harga dan pasokan terkini. Selain itu, memperkuat sinergi komunikasi dengan media dan masyarakat dalam rangka menghindari perilaku panic buying. (Dit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *